Kamis, 31 Januari 2013

Islam dan Gagasan Universal


METODOLOGI STUDI ISLAM
MAKALAH
“ISLAM DAN GAGASAN  UNIVERSAL”


Disusun Oleh :
Y A N D A   D I N A T A
NPM.1222010071

LOGO_IAIN












Dosen Pengampu : Prof. Dr. MA. Achlami, MA.
             
PROGRAM PASCA SARJANA
Jurusan Ilmu Tarbiyah Prodi Pendidikan Agama Islam
IAIN RADEN INTAN LAMPUNG


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt atas hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang sangat ringkas ini yang berjudul “Islam dan Gagasan Universal” ini. Makalah ini merupakan tugas mandiri penulis selaku Mahasiswa Pascasarjana IAIN Raden Intan Bandar Lampung, makalah ini insya Allah akan penulis paparkan (prosentasikan) dalam acara perkuliahan pada mata kuliah Metodologi Studi Islam dengan dosen pengampu yaitu ; Prof.Dr. MA. Achlami, MA.
            Dalam makalah ini yang berjudul “Islam dan Gagasan Universal” akan membahas mengenai ; Islam dan Globalisasi, Modernisme dan Puritanisme Islam, Gerakan Fundamentalisme dan Radikalisme Islam, Islam Eksklusif dan Inklusif, Islamisasi Sains, dan Pluralisme Agama-Agama.
            Akhirnya, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis pribadi dan umumnya kepada rekan-rekan mahasiswa. Kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan khususnya dari Bapak dosen dan umumnya kepada seluruh rekan mahasiswa.






Bandar Lampung, November 2012


Penulis



DAFTAR ISI


Kata Pengantar ……………………………….………………………………….i
Daftar Isi …………………………………………………………………………ii
A.    Pendahuluan ……………………………………………................................1
B.     Pembahasan
1.      Islam dan Globalisasi ……………………………………………………..2
2.      Modernisme dan Puritanisme .…………………………………………….2
3.      Gerakan Fundamentalisme dan Radikalisme Islam  ……………………...3
4.      Islam Ekslusif dan Inklusif ………... ……………………………………..4
5.      Islamisasi Sains …………………………………...………………………5
6.      Pluralisme Agama-Agama ……….……………………………………….6
C.    Kesimpulan ………………………………..………………………………..10
Daftas Pustaka










ISLAM DAN GAGASAN UNIVERSAL

A.   Pendahuluan
Ajaran Islam mengandung berbagai arti, yaitu ; pertama, menurut dan menyerahkan. Orang yang memeluk Islam adalah orang yang menyerahkan diri kepada Allah dan menurut segala ajaran yang telah ditentukan-Nya. Kedua, sejahtera, tidak tercela, tidak cacat, selamat, tenteram, dan bahagia. Ketiga, mengaku, menyerahkan, dan menyelamatkan. Keempat, damai dan sejahtera. Artinya bahwa Islam adalah agama yang membawa kepada kedamaian dan perdamaian. Membawa kesejahteraan dunia akhirat. Orang yang memeluk Islam adalah orang yang menganut ajaran perdamaian dan mencerminkan jiwa perdamaian dalam segala tingkah laku dan perbuatan.[1] Dewasa ini manusia menghadapi berbagai macam persoalan yang benar-benar membutuhkan pemecahan segera. Situasi yang penuh dengan problematika di dunia modern justru disebabkan oleh perkembangan pemikiran manusia sendiri.  Dalam keadaan demikian, sudah mendesak untuk memiliki ilmu pengetahuan yang mampu membebaskan manusia dari berbagai problema tersebut. Ilmu pengetahuan yang dimaksudkan adalah ilmu pengetahuan yang dikaji dari nilai-nilai agama. Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang konsep Islam terhadap arus globalisasi, modernisasi, Islam ekslusif dan inklusif, puritanisasi, radikalisme agama, Islamisasi sains, dan pluralisme agama-agama.

B.   Pembahasan
1.      Islam dan Globalisasi
a. Pengertian Islam dan Globalisasi
Dari segi bahasa (etimologi) Islam berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata salima yang mengandung arti selamat, sentosa, dan damai. Dari kata salima selanjutnya diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri masuk kedalam kedamaian. Juga berarti memelihara dalam keadaan sentosa, menyerahkan diri, tunduk, patuh, dan taat.[2]
Sedangkan kata globalisasi berasal dari kata ‘global’. Globalisasi (globalization) merupakan proses-proses menuju kea rah global. Arti globalitu sendiri adalah menyeluruh atau menyatu, dari berbagai unsur menjadi satu.
Di maksudkan dengan ungkapan ‘Islam, globalisasi, dan peradaban dunia’ adalah ingin menjelaskan persinggungan, pertentangan , atau juga persamaan di antara masing-masing muatan konsep di atas. Untuk itu perlu terlebih dulu dijelaskan masing-asing istilah tersebut.Islam merupakan Agama yang memiliki karakter sebagai berikut:
-       Agama yang menjanjikan keselamatan dunia-akhirat (Man aslama salima- Barang siapa yang menyerahlan diri (kepada Allah) maka ia akan selamat atau Barang siapa yang beragama Islam akan selamat).
-       Penyerahan diri seorang muslim tertuju kepada Allah Swt secara mutlak. Allah dikonsepsikan sebagai Tuhan yang Mutlak dan tak terbatas sehingga tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata (walam yakun lahu kufuan Ahad)
-       Penyelamatan yang dijanjikan Oleh Islam sedemikian sempurna, komrehensif, global, dan amat mendetail.
-       Islam sebagai agama yang sempurna:
-       Islam Menjelaskan segala sesuatu yang kesemuanya untuk keselamatan manusia
-       Tak ada sesuatu pun yang dibiarkan tidak diperhatikan ke dalam Islam
-       Tebaran penyelamatan Islam mencakup seluruh alam semesta, lebih dari sekedar globalisme
-       Meskipun lebih dari global, dalam waktu yang sama, Islam juga merupakan agama eksklusif ketika harus berhadapan dengan segala bentuk sekularisme, dan kebatilan, dari system ketauhidan yang murni.
-       Karena itu Islam menyeru kepada siapa yang memilihnya sebagai agama, ia harus masuk ke dalamnya secara total:
          Dalam hal-hal yang bersifat duniawi, sejauh tidak melanggar prinsip-prinsip Islam di atas, umat Islam diberi kebebasan seluas-luasnya untuk bisa beradabtasi, berdialog, dan hidup berdampingan dengan isme-isme non Islam. Demikian sabda Rasul, “Antum a’lamu biamri dunyaakum” atau “antum a,lamu biumuuri dunyakum” (Kamu lebih mengetahui urusan duniamu).
globalisasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1)        Internasionalisasi (dari kedaerahan menuju kearah wilayah yang lebih luas)
2)        Liberalisasi (faham menuju kearah serba bebas dan melepaskan norma-norma yang telah mapan, antara lain norma-norma agama – Islam).
3)        Universalisasi (dunia telah menyatu, tak ada lagi yang menyekat antara wilayah satu dengan yang lain sebagai berkah kemajuan iptek, terutama teknologi telekomunikasi)
4)        Westernisasi (arah peradaban dari dunia Timur menuju kea rah cultural dunia Barat yang bercirikan sekulariseme, individualisme, kapitalisme, liberalisme, dan hedonisme).
5)        Suprateritorialisme ( ruang-ruang sosialitas tak lagi dapat dipetakan jarak dan batas-batas wilayah. Dengan demikian dunia adalah satu wilayah).
   Secara singkat, globalisasi dapat dikatakan ‘terjadinya keterbukaan wilayah/Negara sehingga memungkinkan terjadi interaksi antar wilayah/Negara tersebut seperti interaksi dalam bidang: sosial, ekonomi, politik,budaya, seni, dan bidang-bidang lain.


2. Modernisme dan Puritanisme
a. Pengertian Modernisme dan Puritanisme
Modernisme dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti gerakan yang bertujuan menafsirkan kembali doktrin tradisional, menyesuaikan dengan aliran-aliran modern dalam filsafat, sejarah, dan ilmu pengetahuan.[3] Sedangkan puritanisme, berarti paham dan tingkah laku yang didasarkan atas ajaran kaum puritan. Puritan memiliki arti orang yang hidup saleh dan yang menganggap kemewahan dan kesenangansebagai dosa.[4]
3. gerakan Fundamentalisme dan Radikalisme
a. Pengertian Fundamentalisme dan Radikalisme
fundamentalisme berarti faham yang cenderung untuk memperjuangkan sesuatu secara radikali. Sedangkan, fundamentalis berarti penganut gerakan keagamaan yang bersifat kolot dan reaksioner yang selalu merasa perlu kembali ke ajaran agama yang asli seperti yang tersurat di dalam kitab suci.[5] Untuk merumuskan ciri-ciri atau karakteristik Fundamentalisme-Radikalisme, dapat dihubungkan dengan corak pemahaman dan interpretasi kelompok ini terhadap doktrin yang cenderung bersifat rigid dan literalis. Kecenderungan penafsiran ini dalam pandangan Yusril Ihza Mahendra dapat dikaitkan dengan: (1) corak pengaturan doktrin; (2) kedudukan tradisi awal Islam; (3) ijma’; (4) kemajemukan masyarakat. Bagi kaum fundamentalis, doktrin sebagaimana terdapat dalam al-Quran dan Sunnah adalah doktrin yang bersifat universal dan telah mencakup segala aspek kehidupan. Ketaatan mutlak kepada Tuhan, dan keyakinan bahwa Tuhan mewahyukan kehendak-kehendak-Nya secara universal kepada manusia adalah termasuk doktrin penting yang dipedomani oleh kaum fundamentalis. Kelompok ini lebih menekankan pada ketaatan dan kesediaan untuk menundukkan diri kepada kehendak-kehendak Tuhan, dan bukan perbincangan intelektual. Karenanya bagi mereka lebih penting adalah iman dan bukan diskusi. Dalam pandangan mereka, iman justru akan membuat orang mengerti, dan bukan mengerti yang membuat orang menjadi beriman. Rasionalitas menurut kaum fundamentalis pada umumnya cenderung hanya menjadi alat untuk melegetimasi kehendak hawa nafsu dalam “mempermudah-mudahkan” agama.
Dalam melihat kedudukan tradisi awal yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad dan para sahabatnya, kaum fundamentalis memiliki kecenderungan romantisisme dan cenderung melakukan idealisasi terhadap zaman tersebut. Kelompok ini secara rigid ingin menegakkan kembali struktur pemerintah khilafah seperti pada masa sahabat. Struktur demikian dianggap sebagai sesuatu yang berlaku untuk semua zaman. Dalam pandangan mereka struktur demikian adalah ijma’ para sahabat yang tidak dapat dimansukhkan (dihapuskan) oleh generasi-generasi kaum Muslim di masa kemudian. Terkait dengan pandangannya terhadap kemajemukan (pluralisme) masyarakat, kaum fundamentalis pada umumnya cenderung bersikap negative dan pesimis. Tokoh-tokoh fundamentalis seperti al-Maududi dan Sayyid Qutb dengan tegas hanya membedakan dunia jenis masyarakat di dunia ini, yakni susunan masyarakat Islami (al-nizhām al-Islāmiy) dan susunan masyarakat Jahiliyah (nizhām al-Jāhiliy) Susunan masyarakat Islam dipandang sebagai masyarakat yang benar-benar melaksanakan doktrin Islam secara kaffah (total) dan karena itu ia bersifat ilahiyyah (ketuhanan). Masyarakat yang tidak bersorak demikian semuanya tergolong Jahili dan karenanya bersifat thagut (berhala). Sementara itu, dengan memodifikasi konsep Martin E. Marty, prinsip dasar fundamentalisme Islam dipilah Azyumardi Azra ke dalam empat ragam:  Oposisionalisme. Setiap pemikiran dan arus perubahan yang mengancam kemapanan ajaran agama harus senantiasa dilawan. Acuan untuk menilai tingkat ancaman itu adalah kitab suci, al-Quran dan Sunnah.
Penolakan terhadap hermeneutika. Pada titik ini, teks suci serta-merta menjadi ruang yang kedap kritik. Kaum fundamentalis menolak sikap kritis terhadap teks suci dan interpretasinya. Teks harus dipahami secara literal-tekstual, nalar tidak dibenarkan melakukan semacam “kompromi” dan menginterpretasikan ayat-ayat tersebut. Penolakan terhadap pluralisme dan relativisme. Bagi kaum fundamentalis, pluralisme merupakan hasil dari pemahaman yang keliru terhadap teks kitab suci. Pemahaman ini terutama muncul tidak hanya dari intervensi nalar terhadap teks, tetapi juga karena perkembangan masyarakat yang lepas dari kendali agama. Pengingkaran terhadap perkembangan historis dan sosiologis umat manusia. Kaum fundamentalis memandang bahwa perkembangan historis dan sosiologis telah membawa manusia semakin jauh dari doktrin literal kitab suci. Karena itulah, kaum fundamentalis bersifat a-historis dan a-sosiologis; dan tanpa peduli bertujuan kembali kepada bentuk masyarakat ideal yang dipandang sebagai implementasi kitab suci secara sempurna.
Dalam hubungannya dengan ideologi ‘Islam radikal’ John L. Esposito mengidentifikasi beberapa landasan ideologi yang dijumpai dalam gerakan Islam radikal. Landasan ideologi yang dimaksud adalah Pertama, mereka berpendapat bahwa Islam adalah sebuah pandangan hidup yang komprehensif dan bersifat total, sehingga Islam tidak dipisahkan dari politik, hukum, dan masyarakat. Kedua, mereka seringkali menganggap bahwa ideologi masyarakat Barat yang sekular dan cenderung materislistis harus ditolak. Ketiga, mereka cenderung mengajak pengikutnya untuk ‘kembali kepada Islam’ sebagai sebuah usaha untuk perubahan sosial. Keempat, karena ideologi masyarakat Barat harus ditolak, maka secara otomatis peraturan-peraturan sosial yang lahir dari tradisi Barat, juga harus ditolak.
Kelima, mereka tidak menolak modernisasi sejauh tidak bertentangan dengan standar ortodoksi keagamaan yang telah mereka anggap mapan, dan tidak merusak sesuatu yang mereka anggap sebagai kebenaran yang sudah final. Keenam, mereka berkeyakinan, bahwa upaya-upaya islamisasi pada masyarakat Muslim tidak akan berhasil tanpa menekankan aspek pengorganisasian ataupun pembentukan sebuah kelompok yang kuat. Uraian di atas menunjukan bahwa ‘Islam fundamental-radikal memiliki karakteristik: Pertama, kelompok yang mempunyai keyakinan ideologis tinggi dan fanatik yang mereka perjuangkan untuk menanamkan tatanan nilai dan sistem yang islami, berdasarkan Alquran, Sunnah dan tradisi awal Islam; Kedua, penolakannya terhadap sejumlah tafsir agama yang mendasarkan interpretasinya pada rasionalitas, relativitas dan pluralitas: Ketiga, penolakannya terhadap ideologi peradaban masyarakat Barat; Keempat, secara sosio-kultural dan sosio-religius, kelompok fundamental-radikal mempunyai ikatan kelompok yang kuat dan menampilkan ciri-ciri penampilan diri dan ritual yang khas.
4. Islam Eksklusif dan Insklusif
     a. Pengertian Ekslusif dan Inklusif
          Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, eksklusif berarti “terpisah dari yang lain”.[6] Sedangkan inklusif berarti “termasuk, terhitung”.[7] Sedangkan Islam eklusif dan inklusif menurut Dr.K.H. Didin hafidhuddin, M,Sc. Islam merupakan agama yang sangat inklusif, dan bukan merupakan ajaran yang bersifat eksklusif. Tapi inksklusifitas yang bermaksud perbedaan agama yang di pahami oleh kelompok liberal.[8]Inksklusifitas islam yang dimaksud adalah agama yang universal dan dapat diterima oleh semua orang yang berakal sehat tanpa memperdulikan latar belakang, suku bangsa, setatus sosial dan atribut keduniawian lainya.
   b. Ciri-ciri Islam Ekslusif dan Inklusif
Islam ekslusif dan inklusif adalah untuk menetapkan persepsi muslim terhadap masalah hubungan islam dan kristen di indonesia. Saya mengajukan “muslim komprehensif” dan “muslim reduksionis”
Fatimah mecontohkan eksklusif dan inklusif di judul buku “Muslim-Chritian relation in the new order indonesia: the exclusivist and inclusivist muslim”.[9] Sebagai contoh, ia menyebut organisasi eksklusif di indonesia adalah dewan dakwah Islamiyah di indonesia, (DDII), komite indonesia untuk solidaritas duniah islam, orang-orang yang membela islam di cap eksklusif.
Diantara ciri-ciri kaum eksklusif, menurut fatimah yaitu:
1.   Mereka yang menerapkan model penafsiran literal terhadap al-qur’an dan sunah dan masa lalu karena mengunakan pendekatan literal, maka ijtihad bukanlah hal yang sentral kerangka berfikir mereka
2.   Merekah berpendapat bahwa keselamatan yang bisa dicapai melalui agama islam.bagi merekah, islam adalah agama final yang datang untuk mengoreksi agama-agama lain. Karena itu merekah menggugat otentisitas kitab suci agama lain.
Sedangkan yang dimaksud kaum inklusif, memiliki ciri:
1.   Karena merekah memahami agama islam sebagai agama yang berkembang, maka merekah menerapkan metode kontekstual dalam memahami al-qur’an dan sunah, yang memerlukan teks-teks asas dalam islam dan ijtihad berperan sentral dalam pemikiran merekah.
2.    Kaum inklusif memandang, islam adalah agama terbalik bagi merekah:namun merekah berpendapat bahwa keselamatan di luar agama islam adalah hal yang mungkin.
Jika kita cermati sejumlah tulisan Nurcholish madjid dan budy munawar rahmat, merekah sudah masuk kata gori pluralis yang menyatakan semua agama-agama benar dan sebagai jalan yang sah menuju tuhan dan iti bukan inkusif lagi,karena penganut paham inklusif seperti yang di atas.
5. Islamisasi Sains
      Islamasasi sains adalah pandangan yang menganggap ilmu atau hanya sebagai alat (instrumen).artinya, sains terutama teknologi sekedar alat untuk mencapai sebuah tujuan, sains itu mempunyai dua makna. jika kita menganggap bahwa apa yang kita saksikan dalam fenomena sains adalah “sebuah kenyataan yang sempurn,” maka kita akan melihaat sains sebagai kebeneran indrawi. Sain juga pernah mengukuhkan bahwa kebeneran mutlak adalah yang didasarkan pada panca- indrawi saja.
Dalam konteks ini , abu bakar siraj ad-din mengatakan, “if a symbol is sometthing in a lower ‘known and wonted’ domain which the traveller considenrs not only for its own sake, but also and above all in oder to have an intuitive glinpse of the ‘universal and trange’ reality whict corresponds to it in each of the hidden domain.”[10]pandangan ini, tentu saja sesuai dengan al-qur’an yang mengatakan bahwa, “sesngauhnya allah tidaak segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu”
Sejak kehadiran Islam dimuka bumi ini, Islam telah tampil sebagai agama yang memberi perhatian pada keseimbangan hidup antara dunia dan akhirat, antara hubungan manusia dengan Tuhan, antara hubungan dunia dan akhirat, antara hubungan manusia dengan manusia, antara urusan ibadah dan urusan muamalah dalam arti yang luas. Dewasa ini manusia menghadapi berbagai macam persoalan yang benar-benar membutuhkan pemecahan segera. Situasi yang penuh dengan problematika di dunia modern justru disebabkan oleh perkembangan pemikiran manusia sendiri.  Dalam keadaan demikian, sudah mendesak untuk memiliki ilmu pengetahuan yang mampu membebaskan manusia dari berbagai problema tersebut. Ilmu pengetahuan yang dimaksudkan adalah ilmu pengetahuan yang dikaji dari nilai-nilai agama. Hubungan Islam dengan ilmu pengetahuan sangat erat kaitannya, karena Islam tanpa ilmu pengetahuan berarti buta. Imam tanpa ilmu dapat mengakibatkan musyrik.[11]
Perspektif  Islamisasi disiplin ilmu yang mencakup bahasan: Kategorisasi disiplin ilmu versi Islam; Pendekatan baru terhadap reformasi ilmu kontemporer; Beberapa garis Islamisasi pemikiran politik dan ketatanegaraan; Islamisasi ilmu pendidikan; pendekatan Islamisasi ekonomi; Islamisasi sains dan teknologi; konsep ilmu dalam Islam dan prinsip-prinsip matematika; Uraian singkat tentang kajian ilmu hukum. Islamisasi disiplin ilmu-ilmu individual meliputi uraian tentang; Metodologi penelitian dan kajian ilmu hokum Islam; Kritik Islam atas sosiologi kontemporer; Reorientasi sejarah Islam; Tipologi historiografi Muslim dari perspektif filsafat Islam tentang sejarah; dan, menjelang/menyongsong upaya reformasi sosiologi. Upaya Islamisasi ilmu ini terus berlanjut melalui berbagai seminar Internasional.[12]
6. Pluralisme agama -Agama
Pluralisme agama (religious pluralism) adalah di antara ide yang diusung oleh orang-orang yang berpemahaman liberal. Zainal Arifin Abbas, mengatakan bahwa agama berasal dari kata “a” dan “gama” yang berarti tidak kacau.[13] sebagai kataTrend pemikiran yang dibangun diatas dasar kebebasan berkeyakinan ini telah melabrak salah satu pilar terpenting dalam kehidupan beragama; yaitu tentang klaim kebenaran (truth claim) pada setiap agama yang diyakini pemeluknya. Hakikatnya, pluralisme agama adalah agama baru yang mencoba meruntuhkan nilai-nilai fundamental agama-agama, termasuk Islam. Pluralisme adalah sebuah asumsi yang meletakkan kebenaran agama-agama sebagai kebenaran yang relatif dan menempatkan agama-agama pada posisi setara, apapun jenis agama itu. Pluralisme agama meyakini bahwa semua agama adalah jalan-jalan yang sah menuju tuhan yang sama. Atau, paham ini menyatakan, bahwa agama adalah persepsi manusia yang relatif terhadap tuhan yang mutlak, sehingga –karena kerelatifannnya- maka seluruh agama tidak boleh mengklaim atau meyakini bahwa agamanya yang lebih benar dari agama lain atau meyakini hanya agamanya yang benar.[14] Pluralisme jelas bertolak belakang dengan Islam karena Allah telah menyatakan dalam al Quran bahwa:
-       Pertama: Islam satu-satunya agama yang benar
`tBur Æ÷tGö;tƒ uŽöxî ÄN»n=óM}$# $YYƒÏŠ `n=sù Ÿ@t6ø)ムçm÷YÏB uqèdur Îû ÍotÅzFy$# z`ÏB z`ƒÌÅ¡»yø9$# ÇÑÎÈ  

Artinya : Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan Dia di akhirat Termasuk orang-orang yang rugi. (Q.S Ali-Imran 3 : 85)[15]
-       Kedua: al Quran satu-satunya kitab suci yang harus diikuti
Manusia juga hanya Allah boleh berhukum kepada al Quran dan wajib menjadikannya sebagai pedoman hidup, serta meninggalkan kitab-kitab suci yang lain. Allah berfirman:
!$uZø9tRr&ur y7øs9Î) |=»tGÅ3ø9$# Èd,ysø9$$Î/ $]%Ïd|ÁãB $yJÏj9 šú÷üt/ Ïm÷ƒytƒ z`ÏB É=»tGÅ6ø9$# $·YÏJøygãBur Ïmøn=tã ( Nà6÷n$$sù OßgoY÷t/ !$yJÎ/ tAtRr& ª!$# ( Ÿwur ôìÎ6®Ks? öNèduä!#uq÷dr& $£Jtã x8uä!%y` z`ÏB Èd,ysø9$# 4 9e@ä3Ï9 $oYù=yèy_ öNä3ZÏB Zptã÷ŽÅ° %[`$yg÷YÏBur 4 öqs9ur uä!$x© ª!$# öNà6n=yèyfs9 Zp¨Bé& ZoyÏnºur `Å3»s9ur öNä.uqè=ö7uŠÏj9 Îû !$tB öNä38s?#uä ( (#qà)Î7tFó$$sù ÏNºuŽöyø9$# 4 n<Î) «!$# öNà6ãèÅ_ötB $YèÏJy_ Nä3ã¥Îm6t^ãŠsù $yJÎ/ óOçGYä. ÏmŠÏù tbqàÿÎ=tFøƒrB ÇÍÑÈ  
Artinya : Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap Kitab-Kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu,  Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu (QS. Al Maidah 5: 48)
Semua dalil di atas sangat jelas, menyatakan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar, al Quran adalah satu-satunya kitab suci yang wajib dipedomani dan Muhammad adalah satu-satunya utusan Allah yang harus diikuti. Siapa pun yang tidak meyakini semua ini maka ia berarti orang kafir dan kelak di akhirat tidak akan mendapatkan keselamatan. Pluralisme agama adalah ajakan kepada kekufuran karena ia hakikatnya adalah ajakan untuk melucuti keyakinan paling fundamen di dalam ajaran agama Islam, prinsip yang sangat strategis untuk membedakan seseorang masih dapat dikatakan sebagai muslim atau tidak. Maka menggandeng pluralisme dengan ajaran Islam adalah suatu hal yang kontradiktif. Namun anehnya, para “cendikiawan” yang terpengaruh dengan gaya dan pemikiran Barat tetap nekat mendukung pluralisme dan melakukan jutifikasi seolah itu berasal dari Islam. Hingga tidak jarang mereka menyitir (baca: memplintir) ayat-ayat al Quran untuk memuaskan syahwat liberalnya. Berikut adalah diantara ayat yang kerap mereka jadikan sebagai ‘landasan’ untuk mendukung pluralisme beserta bantahannya:
-       Ayat Pertama
لا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)” (QS. Al Baqarah [2]: 256)
Menurut orang-orang liberal, ayat ini mendukung pluralisme. Padahal sama sekali tidak. Ayat ini, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya, menyatakan bahwa kita sebagai pemeluk agama Islam tidak boleh memaksakan seorang untuk masuk kepada agama Islam. Mengapa? Pada lanjutan ayat ini dijelaskan,“Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.”
Selanjutnya, Allah menyatakan, bahwa walaupun tidak ada paksaan untuk masuk kepada agama Islam, bukan berarti pilihan seseorang untuk tidak memeluk agama Islam tidak berkonsekwensi apa-apa. Orang yang memeluk Islam Allah nyatakan berarti telah memegang pedoman yang benar, yang berarti sebaliknya, orang yang tidak memeluk Islam dengan kufur terhadap Allah maka ia berada dalam kesesatan. Ini jelas tidak selaras dengan tafsir liberal yang mengatakan bahwa ayat ini mendukung pluralisme yang membenarkan seluruh agama-agama. Perhatikan kelanjutan ayat ini: “Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Dengan demikian, dalam ayat ini sendiri terdapat bantahan terhadap klaim orang-orang liberal bahwa ayat ini mendukung pluralisme.
Ayat Kedua : “Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al Baqarah [2]: 62)
Ayat ini juga disebut-sebut sebagai ayat yang mendukung pluralisme agama karena ayat ini –katanya- menunjukkan pengakuan terhadap eksistensi agama lain.[16] Namun mari kita perhatikan bagaimana ahli tafsir menjelaskan makna sebenarnya atas ayat ini. Muhammad bin Thahir bin Asyur mengatakan, “Maksud dari lafadz “siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah” adalah iman yang sempurna, yaitu mencakup iman kepada risalah Muhammad Saw dengan indikasi penempatannya, dan indikasi lafadz “dan beramal shaleh”. Karena syarat diterimanya amal shaleh adalah iman secara syar’i, sesuai firman Allah “Dan ia (tidak pula) termasuk orang yang beriman” (QS. Al Balad [90]: 17). Allah menganggap orang yang tidak beriman kepada risalah Muhammad, maka berarti ia sama saja ia tidak beriman kepada Allah.”[17] As Sady berkata, “Ayat ini turun mengenai sahabat-sahabat Salman Al Farisi ketika ia menceritakan tentang mereka kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Mereka dahulu shaum, shalat dan beriman kepada engkau, serta mereka bersaksi bahwa engkau akan diutus menjadi nabi” Rasulullah kemudian bersabda, “Wahai Salman, mereka sesungguhnya ahli neraka.” Hal ini membuat hati Salman menjadi resah. Maka Allah menurunkan ayat ini.

-       Ayat Ketiga
* tíuŽŸ° Nä3s9 z`ÏiB ÈûïÏe$!$# $tB 4Óœ»ur ¾ÏmÎ/ %[nqçR üÏ%©!$#ur !$uZøŠym÷rr& y7øs9Î) $tBur $uZøŠ¢¹ur ÿ¾ÏmÎ/ tLìÏdºtö/Î) 4ÓyqãBur #Ó|¤ŠÏãur ( ÷br& (#qãKŠÏ%r& tûïÏe$!$# Ÿwur (#qè%§xÿtGs? ÏmŠÏù 4 uŽã9x. n?tã tûüÏ.ÎŽô³ßJø9$# $tB öNèdqããôs? ÏmøŠs9Î) 4 ª!$# ûÓÉ<tFøgs Ïmøs9Î) `tB âä!$t±o üÏökuur Ïmøs9Î) `tB Ü=Ï^ムÇÊÌÈ  
Artinya : Dia (Allah) telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu: Tegakkanlah agama (Keimanan dan Ketaqwaan) dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik (untuk megikuti) agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).(Q.S. As-Syuara 42 :13)[18]
     Ayat ini juga di antara ayat yang dikatakan mendukung pluralisme agama karena dalam ayat ini disebutkan tentang syariat nabi-nabi sebelum nabi Muhammad shallallah ‘alaihi wa sallam. Mereka mengatakan bahwa seluruh ajaran para nabi adalah sama, maka dengan demikian agama-agama yang ada sekarang pun adalah sama. Padahal, ayat ini juga tidak menunjukkan kebenaran faham pluralisme agama sama sekali. Benar, bahwa pokok ajaran para nabi seluruhnya adalah sama, seperti yang disebutkan dalam ayat ini. Semua para nabi dan rasul yang diutus oleh Allah membawa ajaran yang satu. Syaikh Abu Bakr Zaid mengatakan bahwa semua para nabi memiliki tujuan pengutusan yang sama dalam tiga perkara:
1.    Mereka diutus dengan agama universal yaitu; penyembahan kepada Allah saja dan tidak ada sekutu bagi-Nya dengan cara berdakwah kepada tauhid dan berpegang teguh kepada tali agama-Nya yang kuat serta meninggalkan sesembahan yang lain.
2.    Mereka diutus untuk mengenalkan jalan untuk sampai kepada tujuan tersebut dengan mengajarkan tentang kenabian, serta syariat-syariat seperti shaum, shalat, zakat, jihad dan lain sebagainya berupa perintah-perintah dan larangan-larangan.
3.    Mereka juga diutus untuk mengabarkan apa yang akan terjadi ketika manusia berjumpa dengan Allah kelak setelah meninggalkan dunia ini, yaitu tentang iman kepada hari akhir, kematian, kebangkitan, surga dan neraka.
Inilah yang dimaksud seperti dalam firman Allah surat Asy-Syura ayat 13.[19]



[1] M. Yatimin Abdullah, Studi Islam Kontemporer, Jakarta, Sinar Grafika Offset, 2006, hlm.15
[2] Ibid, hlm. 15
[3] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Ed.2, Jakarta, Balai Pustaka, 1998, hlm. 662
[4] Ibid, hlm. 800
[5] Ibid, hlm. 281
[6] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,Op.Cit, hlm.253
[7] Ibid, hlm. 380
[8] Didin hafidhuddin “Islam aplikatif”,Jakarta, Gema Insani. 2003, hlm.147-148.
[9] Fatimah, judul,”muslim-cristian relations in the new order indonesia: the Exclusivits and Inclusivits muslim’ perspective”. Th 2004 hal.21 38
[10] Dalam bahasa teknisnya, simbol adalah suatu yang di ketahui memeng lebih rendah dari pesan yang hendak disampaikan, dan orang peziarah tahu bahwa simbol tidak hanya untuk simbol itu sendiri,tetapi juga di atas segalanya, simbol itu perlu mendapatkan sebuah penglihatkan intuitif universal yang gelap, lihat, abu bakar siraj-din, the book certianti,hal. 50-51.

[11] M. Yatimin Abdullah, Op.Cit. hlm.156
[12] Juhaya S, Praja, Filsafat dan Metodologi Ilmu dalam Islam dan penerapannya di Indonesia, Jakarta, Teraju, 2002, hlm.223
[13] Juhaya S. Praja, Op.Cit, hlm.21
[14] Adian Husaini, Pluralisme Agama Musuh Agama-agama, hlm. 3
[15] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya:Lajnah Pentashih Mushaf Al-Quran, Bandung:  CV. Penerbit Diponegoro, 2005, hlm.48
[16] Lihat : Buku Moh Shofan, “Pluralisme Menyelamatkan Agama-Agama” hlm. 77
[17] Lihat al Tahrir wa al Tanwir 1/539, cet. Al Dar al Tunisiyyah.
[18] Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm.386
[19] Al Ibthâl li Nadzariyyati al Khalth Bayna Dînil Islâm wa Ghairi Minal Adyân, hlm. 50

Tidak ada komentar:

Posting Komentar