METODOLOGI
STUDI ISLAM
MAKALAH
“ISLAM
DAN GAGASAN UNIVERSAL”
Disusun
Oleh :
Y A N D A D I N A T A
NPM.1222010071
Dosen
Pengampu : Prof. Dr. MA. Achlami, MA.
PROGRAM PASCA SARJANA
Jurusan Ilmu Tarbiyah Prodi Pendidikan Agama Islam
IAIN RADEN INTAN LAMPUNG
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt atas hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan makalah yang sangat ringkas ini yang berjudul “Islam dan Gagasan Universal” ini.
Makalah ini merupakan tugas mandiri penulis selaku Mahasiswa Pascasarjana IAIN
Raden Intan Bandar Lampung, makalah ini insya Allah akan penulis paparkan
(prosentasikan) dalam acara perkuliahan pada mata kuliah Metodologi Studi Islam
dengan dosen pengampu yaitu ; Prof.Dr. MA. Achlami, MA.
Dalam
makalah ini yang berjudul “Islam dan Gagasan Universal” akan membahas mengenai
; Islam dan Globalisasi, Modernisme dan Puritanisme Islam, Gerakan
Fundamentalisme dan Radikalisme Islam, Islam Eksklusif dan Inklusif, Islamisasi
Sains, dan Pluralisme Agama-Agama.
Akhirnya, penulis berharap makalah ini
dapat bermanfaat khususnya bagi penulis pribadi dan umumnya kepada rekan-rekan
mahasiswa. Kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan khususnya
dari Bapak dosen dan umumnya kepada seluruh rekan mahasiswa.
Bandar Lampung, November 2012
Penulis
DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar ……………………………….………………………………….i
Daftar
Isi …………………………………………………………………………ii
A.
Pendahuluan ……………………………………………................................1
B.
Pembahasan
1.
Islam
dan Globalisasi ……………………………………………………..2
2.
Modernisme
dan Puritanisme .…………………………………………….2
3.
Gerakan
Fundamentalisme dan Radikalisme Islam ……………………...3
4.
Islam
Ekslusif dan Inklusif ………... ……………………………………..4
5.
Islamisasi
Sains …………………………………...………………………5
6.
Pluralisme
Agama-Agama ……….……………………………………….6
C.
Kesimpulan ………………………………..………………………………..10
Daftas
Pustaka
ISLAM DAN GAGASAN UNIVERSAL
A. Pendahuluan
Ajaran Islam mengandung berbagai
arti, yaitu ; pertama, menurut dan
menyerahkan. Orang yang memeluk Islam adalah orang yang menyerahkan diri kepada
Allah dan menurut segala ajaran yang telah ditentukan-Nya. Kedua, sejahtera, tidak tercela, tidak cacat, selamat, tenteram,
dan bahagia. Ketiga, mengaku,
menyerahkan, dan menyelamatkan. Keempat, damai
dan sejahtera. Artinya bahwa Islam adalah agama yang membawa kepada kedamaian
dan perdamaian. Membawa kesejahteraan dunia akhirat. Orang yang memeluk Islam
adalah orang yang menganut ajaran perdamaian dan mencerminkan jiwa perdamaian
dalam segala tingkah laku dan perbuatan.[1]
Dewasa ini manusia menghadapi berbagai macam persoalan yang
benar-benar membutuhkan pemecahan segera. Situasi yang penuh dengan
problematika di dunia modern justru disebabkan oleh perkembangan pemikiran
manusia sendiri. Dalam keadaan demikian,
sudah mendesak untuk memiliki ilmu pengetahuan yang mampu membebaskan manusia
dari berbagai problema tersebut. Ilmu pengetahuan yang dimaksudkan adalah ilmu
pengetahuan yang dikaji dari nilai-nilai agama. Dalam makalah ini penulis akan
membahas tentang konsep Islam terhadap arus globalisasi, modernisasi, Islam
ekslusif dan inklusif, puritanisasi, radikalisme agama, Islamisasi sains, dan
pluralisme agama-agama.
B. Pembahasan
1. Islam
dan Globalisasi
a.
Pengertian Islam dan Globalisasi
Dari segi bahasa (etimologi) Islam
berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata salima
yang mengandung arti selamat, sentosa, dan damai. Dari kata salima selanjutnya diubah menjadi bentuk
aslama yang berarti berserah diri
masuk kedalam kedamaian. Juga berarti memelihara dalam keadaan sentosa,
menyerahkan diri, tunduk, patuh, dan taat.[2]
Sedangkan kata globalisasi berasal dari kata ‘global’.
Globalisasi (globalization) merupakan
proses-proses menuju kea rah global. Arti globalitu sendiri adalah menyeluruh
atau menyatu, dari berbagai unsur menjadi satu.
Di maksudkan dengan ungkapan ‘Islam, globalisasi, dan peradaban dunia’ adalah ingin menjelaskan persinggungan, pertentangan , atau juga persamaan di antara masing-masing muatan konsep di atas. Untuk itu perlu terlebih dulu dijelaskan masing-asing istilah tersebut.Islam merupakan Agama yang memiliki karakter sebagai berikut:
Di maksudkan dengan ungkapan ‘Islam, globalisasi, dan peradaban dunia’ adalah ingin menjelaskan persinggungan, pertentangan , atau juga persamaan di antara masing-masing muatan konsep di atas. Untuk itu perlu terlebih dulu dijelaskan masing-asing istilah tersebut.Islam merupakan Agama yang memiliki karakter sebagai berikut:
- Agama
yang menjanjikan keselamatan dunia-akhirat (Man
aslama salima- Barang siapa yang menyerahlan diri (kepada Allah) maka ia
akan selamat atau Barang siapa yang beragama Islam akan selamat).
- Penyerahan
diri seorang muslim tertuju kepada Allah Swt secara mutlak. Allah dikonsepsikan
sebagai Tuhan yang Mutlak dan tak terbatas sehingga tidak dapat diungkapkan
dengan kata-kata (walam yakun lahu kufuan
Ahad)
- Penyelamatan
yang dijanjikan Oleh Islam sedemikian sempurna, komrehensif, global, dan amat
mendetail.
- Islam
sebagai agama yang sempurna:
- Islam
Menjelaskan segala sesuatu yang kesemuanya untuk keselamatan manusia
- Tak
ada sesuatu pun yang dibiarkan tidak diperhatikan ke dalam Islam
- Tebaran
penyelamatan Islam mencakup seluruh alam semesta, lebih dari sekedar globalisme
- Meskipun
lebih dari global, dalam waktu yang sama, Islam juga merupakan agama eksklusif
ketika harus berhadapan dengan segala bentuk sekularisme, dan kebatilan, dari
system ketauhidan yang murni.
- Karena
itu Islam menyeru kepada siapa yang memilihnya sebagai agama, ia harus masuk ke
dalamnya secara total:
Dalam hal-hal
yang bersifat duniawi, sejauh tidak melanggar prinsip-prinsip Islam di atas,
umat Islam diberi kebebasan seluas-luasnya untuk bisa beradabtasi, berdialog,
dan hidup berdampingan dengan isme-isme non Islam. Demikian sabda Rasul, “Antum a’lamu biamri dunyaakum” atau “antum
a,lamu biumuuri dunyakum” (Kamu lebih mengetahui urusan duniamu).
globalisasi
memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1)
Internasionalisasi (dari kedaerahan menuju kearah
wilayah yang lebih luas)
2)
Liberalisasi (faham menuju kearah serba bebas dan
melepaskan norma-norma yang telah mapan, antara lain norma-norma agama –
Islam).
3)
Universalisasi (dunia telah menyatu, tak ada lagi yang
menyekat antara wilayah satu dengan yang lain sebagai berkah kemajuan iptek,
terutama teknologi telekomunikasi)
4)
Westernisasi (arah peradaban dari dunia Timur menuju
kea rah cultural dunia Barat yang bercirikan sekulariseme, individualisme,
kapitalisme, liberalisme, dan hedonisme).
5)
Suprateritorialisme ( ruang-ruang sosialitas tak lagi
dapat dipetakan jarak dan batas-batas wilayah. Dengan demikian dunia adalah
satu wilayah).
Secara
singkat, globalisasi dapat dikatakan ‘terjadinya keterbukaan wilayah/Negara
sehingga memungkinkan terjadi interaksi antar wilayah/Negara tersebut seperti
interaksi dalam bidang: sosial, ekonomi, politik,budaya, seni, dan
bidang-bidang lain.
2. Modernisme dan Puritanisme
a.
Pengertian Modernisme dan Puritanisme
Modernisme dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti gerakan yang bertujuan
menafsirkan kembali doktrin tradisional, menyesuaikan dengan aliran-aliran
modern dalam filsafat, sejarah, dan ilmu pengetahuan.[3]
Sedangkan puritanisme, berarti paham dan tingkah laku yang didasarkan atas
ajaran kaum puritan. Puritan memiliki arti orang yang hidup saleh dan yang
menganggap kemewahan dan kesenangansebagai dosa.[4]
3. gerakan Fundamentalisme dan Radikalisme
a.
Pengertian Fundamentalisme dan Radikalisme
fundamentalisme
berarti faham yang cenderung untuk memperjuangkan sesuatu secara radikali.
Sedangkan, fundamentalis berarti penganut gerakan keagamaan yang bersifat kolot
dan reaksioner yang selalu merasa perlu kembali ke ajaran agama yang asli
seperti yang tersurat di dalam kitab suci.[5] Untuk merumuskan ciri-ciri
atau karakteristik Fundamentalisme-Radikalisme,
dapat dihubungkan dengan corak pemahaman dan interpretasi kelompok ini terhadap
doktrin yang cenderung bersifat rigid dan literalis.
Kecenderungan penafsiran ini dalam pandangan Yusril Ihza Mahendra dapat
dikaitkan dengan: (1) corak pengaturan doktrin; (2) kedudukan tradisi awal
Islam; (3) ijma’; (4) kemajemukan masyarakat. Bagi kaum fundamentalis, doktrin
sebagaimana terdapat dalam al-Quran dan Sunnah adalah doktrin yang bersifat
universal dan telah mencakup segala aspek kehidupan. Ketaatan mutlak kepada
Tuhan, dan keyakinan bahwa Tuhan mewahyukan kehendak-kehendak-Nya secara
universal kepada manusia adalah termasuk doktrin penting yang dipedomani oleh
kaum fundamentalis. Kelompok ini lebih menekankan pada ketaatan dan kesediaan
untuk menundukkan diri kepada kehendak-kehendak Tuhan, dan bukan perbincangan
intelektual. Karenanya bagi mereka lebih penting adalah iman dan bukan diskusi.
Dalam pandangan mereka, iman justru akan membuat orang mengerti, dan bukan
mengerti yang membuat orang menjadi beriman. Rasionalitas menurut kaum
fundamentalis pada umumnya cenderung hanya menjadi alat untuk melegetimasi
kehendak hawa nafsu dalam “mempermudah-mudahkan” agama.
Dalam
melihat kedudukan tradisi awal yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad dan para
sahabatnya, kaum fundamentalis memiliki kecenderungan romantisisme dan
cenderung melakukan idealisasi terhadap zaman tersebut. Kelompok ini secara rigid
ingin menegakkan kembali struktur pemerintah khilafah seperti pada masa
sahabat. Struktur demikian dianggap sebagai sesuatu yang berlaku untuk semua
zaman. Dalam pandangan mereka struktur demikian adalah ijma’ para sahabat yang
tidak dapat dimansukhkan (dihapuskan) oleh generasi-generasi kaum Muslim di
masa kemudian. Terkait dengan pandangannya terhadap kemajemukan (pluralisme)
masyarakat, kaum fundamentalis pada umumnya cenderung bersikap negative dan
pesimis. Tokoh-tokoh fundamentalis seperti al-Maududi dan Sayyid Qutb dengan
tegas hanya membedakan dunia jenis masyarakat di dunia ini, yakni susunan
masyarakat Islami (al-nizhām al-Islāmiy) dan susunan masyarakat
Jahiliyah (nizhām al-Jāhiliy) Susunan masyarakat Islam dipandang sebagai
masyarakat yang benar-benar melaksanakan doktrin Islam secara kaffah (total)
dan karena itu ia bersifat ilahiyyah (ketuhanan). Masyarakat yang tidak
bersorak demikian semuanya tergolong Jahili dan karenanya bersifat thagut
(berhala). Sementara itu, dengan memodifikasi konsep Martin E. Marty, prinsip
dasar fundamentalisme Islam
dipilah Azyumardi Azra ke dalam empat ragam: Oposisionalisme. Setiap pemikiran dan arus
perubahan yang mengancam kemapanan ajaran agama harus senantiasa dilawan. Acuan
untuk menilai tingkat ancaman itu adalah kitab suci, al-Quran dan Sunnah.
Penolakan
terhadap hermeneutika. Pada titik ini, teks suci serta-merta menjadi ruang yang
kedap kritik. Kaum fundamentalis menolak sikap kritis terhadap teks suci dan
interpretasinya. Teks harus dipahami secara literal-tekstual, nalar tidak
dibenarkan melakukan semacam “kompromi” dan menginterpretasikan ayat-ayat
tersebut. Penolakan terhadap pluralisme dan relativisme. Bagi kaum
fundamentalis, pluralisme merupakan hasil dari pemahaman yang keliru terhadap
teks kitab suci. Pemahaman ini terutama muncul tidak hanya dari intervensi
nalar terhadap teks, tetapi juga karena perkembangan masyarakat yang lepas dari
kendali agama. Pengingkaran terhadap perkembangan historis dan sosiologis umat
manusia. Kaum fundamentalis memandang bahwa perkembangan historis dan
sosiologis telah membawa manusia semakin jauh dari doktrin literal kitab suci.
Karena itulah, kaum fundamentalis bersifat a-historis dan a-sosiologis; dan
tanpa peduli bertujuan kembali kepada bentuk masyarakat ideal yang dipandang
sebagai implementasi kitab suci secara sempurna.
Dalam
hubungannya dengan ideologi ‘Islam radikal’ John L. Esposito mengidentifikasi
beberapa landasan ideologi yang dijumpai dalam gerakan Islam radikal. Landasan
ideologi yang dimaksud adalah Pertama, mereka berpendapat bahwa Islam
adalah sebuah pandangan hidup yang komprehensif dan bersifat total, sehingga
Islam tidak dipisahkan dari politik, hukum, dan masyarakat. Kedua,
mereka seringkali menganggap bahwa ideologi masyarakat Barat yang sekular dan
cenderung materislistis harus ditolak. Ketiga, mereka cenderung mengajak
pengikutnya untuk ‘kembali kepada Islam’ sebagai sebuah usaha untuk perubahan
sosial. Keempat, karena ideologi masyarakat Barat harus ditolak, maka
secara otomatis peraturan-peraturan sosial yang lahir dari tradisi Barat, juga
harus ditolak.
Kelima, mereka tidak menolak modernisasi sejauh tidak bertentangan
dengan standar ortodoksi keagamaan yang telah mereka anggap mapan, dan tidak
merusak sesuatu yang mereka anggap sebagai kebenaran yang sudah final. Keenam,
mereka berkeyakinan, bahwa upaya-upaya islamisasi pada masyarakat Muslim tidak
akan berhasil tanpa menekankan aspek pengorganisasian ataupun pembentukan
sebuah kelompok yang kuat. Uraian di atas menunjukan bahwa ‘Islam fundamental-radikal’
memiliki karakteristik: Pertama, kelompok yang mempunyai keyakinan
ideologis tinggi dan fanatik yang mereka perjuangkan untuk menanamkan tatanan
nilai dan sistem yang islami, berdasarkan Alquran, Sunnah dan tradisi awal
Islam; Kedua, penolakannya terhadap sejumlah tafsir agama yang
mendasarkan interpretasinya pada rasionalitas, relativitas dan pluralitas: Ketiga,
penolakannya terhadap ideologi peradaban masyarakat Barat; Keempat,
secara sosio-kultural dan sosio-religius, kelompok fundamental-radikal
mempunyai ikatan kelompok yang kuat dan menampilkan ciri-ciri penampilan diri
dan ritual yang khas.
4. Islam Eksklusif dan
Insklusif
a. Pengertian Ekslusif
dan Inklusif
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, eksklusif
berarti “terpisah dari yang lain”.[6] Sedangkan inklusif berarti
“termasuk, terhitung”.[7] Sedangkan Islam eklusif dan inklusif menurut
Dr.K.H. Didin hafidhuddin, M,Sc. Islam merupakan agama
yang sangat inklusif, dan bukan merupakan ajaran yang bersifat eksklusif. Tapi
inksklusifitas yang bermaksud perbedaan agama yang di pahami oleh kelompok
liberal.[8]Inksklusifitas
islam yang dimaksud adalah agama yang universal dan dapat diterima oleh semua
orang yang berakal sehat tanpa memperdulikan latar belakang, suku bangsa,
setatus sosial dan atribut keduniawian lainya.
b. Ciri-ciri Islam Ekslusif dan Inklusif
Islam ekslusif dan inklusif adalah
untuk menetapkan persepsi muslim terhadap masalah hubungan islam dan kristen di
indonesia. Saya mengajukan “muslim komprehensif” dan “muslim reduksionis”
Fatimah mecontohkan
eksklusif dan inklusif di judul buku “Muslim-Chritian relation in the new
order indonesia: the exclusivist and inclusivist muslim”.[9] Sebagai contoh,
ia menyebut organisasi eksklusif di indonesia adalah dewan
dakwah Islamiyah di indonesia, (DDII), komite indonesia untuk solidaritas
duniah islam, orang-orang yang membela islam di cap eksklusif.
Diantara ciri-ciri kaum eksklusif, menurut fatimah yaitu:
1. Mereka yang
menerapkan model penafsiran literal terhadap al-qur’an dan sunah dan masa lalu
karena mengunakan pendekatan literal, maka ijtihad bukanlah hal yang sentral
kerangka berfikir mereka
2. Merekah
berpendapat bahwa keselamatan yang bisa dicapai melalui agama islam.bagi
merekah, islam adalah agama final yang datang untuk mengoreksi agama-agama
lain. Karena itu merekah menggugat otentisitas kitab suci agama lain.
Sedangkan yang dimaksud kaum inklusif, memiliki ciri:
1. Karena
merekah memahami agama islam sebagai agama yang berkembang, maka merekah
menerapkan metode kontekstual dalam memahami al-qur’an dan sunah, yang
memerlukan teks-teks asas dalam islam dan ijtihad berperan sentral dalam
pemikiran merekah.
2. Kaum inklusif
memandang, islam adalah agama terbalik bagi merekah:namun merekah berpendapat
bahwa keselamatan di luar agama islam adalah hal yang mungkin.
Jika kita
cermati sejumlah tulisan Nurcholish madjid dan budy munawar rahmat, merekah
sudah masuk kata gori pluralis yang menyatakan semua agama-agama benar dan
sebagai jalan yang sah menuju tuhan dan iti bukan inkusif lagi,karena penganut
paham inklusif seperti yang di atas.
5. Islamisasi Sains
Islamasasi sains adalah pandangan yang menganggap ilmu atau hanya sebagai
alat (instrumen).artinya, sains terutama teknologi sekedar alat untuk mencapai
sebuah tujuan, sains itu mempunyai dua makna. jika kita menganggap bahwa apa
yang kita saksikan dalam fenomena sains adalah “sebuah kenyataan yang sempurn,”
maka kita akan melihaat sains sebagai kebeneran indrawi. Sain juga
pernah mengukuhkan bahwa kebeneran mutlak adalah yang didasarkan pada panca-
indrawi saja.
Dalam konteks ini , abu bakar siraj
ad-din mengatakan, “if a symbol is sometthing in a lower ‘known and wonted’
domain which the traveller considenrs not only for its own sake, but also and
above all in oder to have an intuitive glinpse of the ‘universal and trange’
reality whict corresponds to it in each of the hidden domain.”[10]pandangan
ini, tentu saja sesuai dengan al-qur’an yang mengatakan bahwa, “sesngauhnya
allah tidaak segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah
dari itu”
Sejak kehadiran Islam dimuka bumi ini, Islam telah tampil sebagai
agama yang memberi perhatian pada keseimbangan hidup antara dunia dan akhirat,
antara hubungan manusia dengan Tuhan, antara hubungan dunia dan akhirat, antara
hubungan manusia dengan manusia, antara urusan ibadah dan urusan muamalah dalam
arti yang luas. Dewasa ini manusia menghadapi berbagai macam persoalan yang
benar-benar membutuhkan pemecahan segera. Situasi yang penuh dengan
problematika di dunia modern justru disebabkan oleh perkembangan pemikiran
manusia sendiri. Dalam keadaan demikian,
sudah mendesak untuk memiliki ilmu pengetahuan yang mampu membebaskan manusia
dari berbagai problema tersebut. Ilmu pengetahuan yang dimaksudkan adalah ilmu
pengetahuan yang dikaji dari nilai-nilai agama. Hubungan Islam dengan ilmu
pengetahuan sangat erat kaitannya, karena Islam tanpa ilmu pengetahuan berarti
buta. Imam tanpa ilmu dapat mengakibatkan musyrik.[11]
Perspektif Islamisasi disiplin ilmu yang mencakup
bahasan: Kategorisasi disiplin ilmu versi Islam; Pendekatan baru terhadap
reformasi ilmu kontemporer; Beberapa garis Islamisasi pemikiran politik dan
ketatanegaraan; Islamisasi ilmu pendidikan; pendekatan Islamisasi ekonomi;
Islamisasi sains dan teknologi; konsep ilmu dalam Islam dan prinsip-prinsip
matematika; Uraian singkat tentang kajian ilmu hukum. Islamisasi disiplin
ilmu-ilmu individual meliputi uraian tentang; Metodologi penelitian dan kajian
ilmu hokum Islam; Kritik Islam atas sosiologi kontemporer; Reorientasi sejarah
Islam; Tipologi historiografi Muslim dari perspektif filsafat Islam tentang
sejarah; dan, menjelang/menyongsong upaya reformasi sosiologi. Upaya Islamisasi
ilmu ini terus berlanjut melalui berbagai seminar Internasional.[12]
6.
Pluralisme agama -Agama
Pluralisme agama (religious pluralism) adalah di
antara ide yang diusung oleh orang-orang yang berpemahaman liberal. Zainal
Arifin Abbas, mengatakan bahwa agama berasal dari kata “a” dan “gama” yang berarti
tidak kacau.[13]
sebagai kataTrend pemikiran yang dibangun diatas dasar kebebasan berkeyakinan
ini telah melabrak salah satu pilar terpenting dalam kehidupan beragama; yaitu
tentang klaim kebenaran (truth claim) pada setiap agama yang diyakini
pemeluknya. Hakikatnya, pluralisme agama adalah agama baru yang mencoba
meruntuhkan nilai-nilai fundamental agama-agama, termasuk Islam. Pluralisme adalah sebuah asumsi yang
meletakkan kebenaran agama-agama sebagai kebenaran yang relatif dan menempatkan
agama-agama pada posisi setara, apapun jenis agama itu. Pluralisme agama
meyakini bahwa semua agama adalah jalan-jalan yang sah menuju tuhan yang sama.
Atau, paham ini menyatakan, bahwa agama adalah persepsi manusia yang relatif
terhadap tuhan yang mutlak, sehingga –karena kerelatifannnya- maka seluruh
agama tidak boleh mengklaim atau meyakini bahwa agamanya yang lebih benar dari
agama lain atau meyakini hanya agamanya yang benar.[14] Pluralisme jelas bertolak belakang dengan Islam
karena Allah telah menyatakan dalam al Quran bahwa:
-
Pertama: Islam satu-satunya
agama yang benar
`tBur
Æ÷tGö;t
uöxî
ÄN»n=óM}$#
$YYÏ
`n=sù
@t6ø)ã
çm÷YÏB
uqèdur
Îû
ÍotÅzFy$#
z`ÏB
z`ÌÅ¡»yø9$#
ÇÑÎÈ
Artinya
: Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan
diterima (agama itu)daripadanya, dan Dia di akhirat Termasuk orang-orang yang
rugi. (Q.S Ali-Imran 3 : 85)[15]
- Kedua: al Quran satu-satunya kitab suci yang
harus diikuti
Manusia juga hanya Allah boleh berhukum kepada al Quran dan
wajib menjadikannya sebagai pedoman hidup, serta meninggalkan kitab-kitab suci
yang lain. Allah berfirman:
!$uZø9tRr&ur y7øs9Î) |=»tGÅ3ø9$# Èd,ysø9$$Î/ $]%Ïd|ÁãB $yJÏj9 ú÷üt/ Ïm÷yt z`ÏB É=»tGÅ6ø9$# $·YÏJøygãBur Ïmøn=tã ( Nà6÷n$$sù OßgoY÷t/ !$yJÎ/ tAtRr& ª!$# ( wur ôìÎ6®Ks? öNèduä!#uq÷dr& $£Jtã x8uä!%y` z`ÏB Èd,ysø9$# 4 9e@ä3Ï9 $oYù=yèy_ öNä3ZÏB Zptã÷Å° %[`$yg÷YÏBur 4 öqs9ur uä!$x© ª!$# öNà6n=yèyfs9 Zp¨Bé& ZoyÏnºur `Å3»s9ur öNä.uqè=ö7uÏj9 Îû !$tB öNä38s?#uä ( (#qà)Î7tFó$$sù ÏNºuöyø9$# 4 n<Î) «!$# öNà6ãèÅ_ötB $YèÏJy_ Nä3ã¥Îm6t^ãsù $yJÎ/ óOçGYä. ÏmÏù tbqàÿÎ=tFørB ÇÍÑÈ
Artinya
: Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran,
membenarkan apa yang sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya)
dan batu ujian terhadap Kitab-Kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara
mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk
tiap-tiap umat diantara kamu, Kami
berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu
dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap
pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada Allah-lah
kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu
perselisihkan itu (QS. Al Maidah 5: 48)
Semua dalil di atas sangat jelas, menyatakan bahwa Islam
adalah satu-satunya agama yang benar, al Quran adalah satu-satunya kitab suci
yang wajib dipedomani dan Muhammad adalah satu-satunya utusan Allah yang harus
diikuti. Siapa pun yang tidak meyakini semua ini maka ia berarti orang kafir
dan kelak di akhirat tidak akan mendapatkan keselamatan. Pluralisme agama
adalah ajakan kepada kekufuran karena ia hakikatnya adalah ajakan untuk
melucuti keyakinan paling fundamen di dalam ajaran agama Islam, prinsip yang
sangat strategis untuk membedakan seseorang masih dapat dikatakan sebagai
muslim atau tidak. Maka menggandeng pluralisme dengan ajaran Islam adalah suatu
hal yang kontradiktif. Namun anehnya, para “cendikiawan” yang terpengaruh
dengan gaya dan pemikiran Barat tetap nekat mendukung pluralisme dan melakukan
jutifikasi seolah itu berasal dari Islam. Hingga tidak jarang mereka menyitir (baca:
memplintir) ayat-ayat al Quran untuk memuaskan syahwat liberalnya. Berikut
adalah diantara ayat yang kerap mereka jadikan sebagai ‘landasan’ untuk
mendukung pluralisme beserta bantahannya:
-
Ayat Pertama
لا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki)
agama (Islam)” (QS. Al Baqarah [2]: 256)
Menurut orang-orang liberal, ayat ini mendukung pluralisme.
Padahal sama sekali tidak. Ayat ini, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu
Katsir dalam tafsirnya, menyatakan bahwa kita sebagai pemeluk agama Islam tidak
boleh memaksakan seorang untuk masuk kepada agama Islam. Mengapa? Pada lanjutan
ayat ini dijelaskan,“Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada
jalan yang sesat.”
Selanjutnya, Allah menyatakan, bahwa walaupun tidak ada
paksaan untuk masuk kepada agama Islam, bukan berarti pilihan seseorang untuk
tidak memeluk agama Islam tidak berkonsekwensi apa-apa. Orang yang memeluk
Islam Allah nyatakan berarti telah memegang pedoman yang benar, yang berarti
sebaliknya, orang yang tidak memeluk Islam dengan kufur terhadap Allah maka ia
berada dalam kesesatan. Ini jelas tidak selaras dengan tafsir liberal yang
mengatakan bahwa ayat ini mendukung pluralisme yang membenarkan seluruh
agama-agama. Perhatikan kelanjutan ayat ini: “Karena itu barangsiapa yang
ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah
berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Dengan demikian, dalam ayat ini sendiri terdapat bantahan
terhadap klaim orang-orang liberal bahwa ayat ini mendukung pluralisme.
Ayat Kedua : “Sesungguhnya orang-orang mukmin,
orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja
diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan
beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada
kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al Baqarah [2]: 62)
Ayat ini juga disebut-sebut sebagai ayat yang mendukung
pluralisme agama karena ayat ini –katanya- menunjukkan pengakuan terhadap
eksistensi agama lain.[16]
Namun mari kita perhatikan bagaimana ahli tafsir menjelaskan makna sebenarnya
atas ayat ini. Muhammad bin Thahir bin Asyur mengatakan, “Maksud dari lafadz “siapa
saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah” adalah iman
yang sempurna, yaitu mencakup iman kepada risalah Muhammad Saw dengan indikasi
penempatannya, dan indikasi lafadz “dan beramal shaleh”. Karena syarat
diterimanya amal shaleh adalah iman secara syar’i, sesuai firman Allah “Dan
ia (tidak pula) termasuk orang yang beriman” (QS. Al Balad [90]: 17). Allah
menganggap orang yang tidak beriman kepada risalah Muhammad, maka berarti ia
sama saja ia tidak beriman kepada Allah.”[17]
As Sady berkata, “Ayat ini turun mengenai sahabat-sahabat Salman Al Farisi
ketika ia menceritakan tentang mereka kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, ia berkata, “Mereka dahulu shaum, shalat dan beriman kepada engkau,
serta mereka bersaksi bahwa engkau akan diutus menjadi nabi” Rasulullah
kemudian bersabda, “Wahai Salman, mereka sesungguhnya ahli neraka.” Hal ini
membuat hati Salman menjadi resah. Maka Allah menurunkan ayat ini.
-
Ayat Ketiga
*
tíu° Nä3s9 z`ÏiB ÈûïÏe$!$# $tB 4Ó»ur ¾ÏmÎ/ %[nqçR üÏ%©!$#ur !$uZøym÷rr& y7øs9Î) $tBur $uZø¢¹ur ÿ¾ÏmÎ/ tLìÏdºtö/Î) 4ÓyqãBur #Ó|¤Ïãur ( ÷br& (#qãKÏ%r& tûïÏe$!$# wur (#qè%§xÿtGs? ÏmÏù 4 uã9x. n?tã tûüÏ.Îô³ßJø9$# $tB öNèdqããôs? Ïmøs9Î) 4 ª!$# ûÓÉ<tFøgs Ïmøs9Î) `tB âä!$t±o üÏökuur Ïmøs9Î) `tB Ü=Ï^ã ÇÊÌÈ
Artinya
: Dia (Allah) telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah
diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad)
dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu:
Tegakkanlah agama (Keimanan dan Ketaqwaan) dan janganlah kamu berpecah belah
tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik (untuk megikuti) agama yang
kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang
dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).(Q.S.
As-Syuara 42 :13)[18]
Ayat
ini juga di antara ayat yang dikatakan mendukung pluralisme agama karena dalam
ayat ini disebutkan tentang syariat nabi-nabi sebelum nabi Muhammad shallallah
‘alaihi wa sallam. Mereka mengatakan bahwa seluruh ajaran para nabi adalah
sama, maka dengan demikian agama-agama yang ada sekarang pun adalah sama. Padahal,
ayat ini juga tidak menunjukkan kebenaran faham pluralisme agama sama sekali.
Benar, bahwa pokok ajaran para nabi seluruhnya adalah sama, seperti yang disebutkan
dalam ayat ini. Semua para nabi dan rasul yang diutus oleh Allah membawa ajaran
yang satu. Syaikh Abu Bakr Zaid mengatakan bahwa semua para nabi memiliki
tujuan pengutusan yang sama dalam tiga perkara:
1. Mereka diutus dengan agama universal
yaitu; penyembahan kepada Allah saja dan tidak ada sekutu bagi-Nya dengan cara
berdakwah kepada tauhid dan berpegang teguh kepada tali agama-Nya yang kuat
serta meninggalkan sesembahan yang lain.
2. Mereka diutus untuk mengenalkan
jalan untuk sampai kepada tujuan tersebut dengan mengajarkan tentang kenabian,
serta syariat-syariat seperti shaum, shalat, zakat, jihad dan lain sebagainya
berupa perintah-perintah dan larangan-larangan.
3. Mereka juga diutus untuk mengabarkan
apa yang akan terjadi ketika manusia berjumpa dengan Allah kelak setelah
meninggalkan dunia ini, yaitu tentang iman kepada hari akhir, kematian,
kebangkitan, surga dan neraka.
Inilah yang dimaksud seperti dalam
firman Allah surat Asy-Syura ayat 13.[19]
[3] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Ed.2, Jakarta, Balai Pustaka, 1998, hlm. 662
[9] Fatimah,
judul,”muslim-cristian relations in the new order indonesia: the Exclusivits
and Inclusivits muslim’ perspective”. Th 2004 hal.21 38
[10] Dalam bahasa teknisnya, simbol
adalah suatu yang di ketahui memeng lebih rendah dari pesan yang hendak
disampaikan, dan orang peziarah tahu bahwa simbol tidak hanya untuk simbol itu
sendiri,tetapi juga di atas segalanya, simbol itu perlu mendapatkan sebuah
penglihatkan intuitif universal yang gelap, lihat, abu bakar siraj-din, the
book certianti,hal. 50-51.
[12] Juhaya S, Praja, Filsafat dan
Metodologi Ilmu dalam Islam dan penerapannya di Indonesia, Jakarta, Teraju,
2002, hlm.223
[15] Departemen
Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya:Lajnah
Pentashih Mushaf Al-Quran, Bandung: CV.
Penerbit Diponegoro, 2005, hlm.48
[17]
Lihat al Tahrir wa al Tanwir 1/539, cet. Al Dar al
Tunisiyyah.
[19]
Al Ibthâl li Nadzariyyati al Khalth Bayna Dînil Islâm wa
Ghairi Minal Adyân, hlm. 50
Tidak ada komentar:
Posting Komentar