Kamis, 31 Januari 2013

Pendidikan Karakter


BAB I
PENDAHULUAN


Situasi sosial, kultural masyarakat kita akhir-akhir ini memang semakin mengkhawatirkan. Ada berbagai macam peristiwa dalam pendidikan yang semakin merendahkan harkat dan martabat manusia. Hancurnya nilai-nilai moral, merebaknya ketidakadilan, menjamurnya kasus korupsi, terkikisnya rasa solidaritas telah terjadi dalam dunia pendidikan kita. Bisa dikatakan saat ini negara kita sedang dilanda wabah “demoralisasi akut” yang menunggu untuk segera di atasi, jika tidak ingin negara ini menjadi semakin hancur. Dari sini kemudian muncul pertanyaan ada apa dengan pendidikan kita? Rupanya usaha perbaikan di bidang pendidikan dirasa tidak hanya cukup dengan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan saja, melainkan membutuhkan perencanaan kurikulum yang sangat matang yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan bangsa ini.
Selain persoalan di atas, akhir-akhir ini telah terjadi perubahan nilai yang sangat cepat dan terjadinya ekspektasi yang tidak terduga sebagai dampak kemajuan teknologi, informasi dan globalisasi. Oleh sebab itulah bagaimanakah mempersiapkan/membangun karakter bagi peserta didik  dalam menghadapi pengaruh global. Untuk itu perlu disusun suatu perencanaan kurikulum pendidikan karakter untuk diterapkan di setiap satuan pendidikan kita mengingat berbagai macam perilaku yang tidak mendidik telah merasuk dalam sendi-sendi penyelenggaraan pendidikan dan kehidupan masyarakat kita.
Secara umum pendidikan karakter memang belum menjadi prioritas utama dalam pembangunan bangsa dan belum diterapkan secara holistik dalam kurikulum Pendidikan Nasional. Namun dengan adanya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), guru-guru memiliki peluang besar untuk menerapkan pendidikan karakter ke dalam masing-masing satuan pendidikan, karena : pertama, KTSP didefinisikan sebagai kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan peserta didikan di masing-masing satuan pendidikan.
Salah satu prinsip pengembangan KTSP di antaranya kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip yang berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Kedua, Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia , serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Dan yang ketiga, Konsep pendidikan karakter terbaca dalam rumusan yang telah dibuat oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yaitu : Pendidikan yang mengintegrasikan semua potensi peserta didik , pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.




























BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Kurikulum
Dalam bahasa arab istilah “ kurikulum “ di artikan dengan Manhaj, yakni jalan yang terang, atau jalan terang yang di lalui oleh manusia dalam bidang kehidupannya. Sedangkan dalam konteks pendidikan, kurikulum berarti jalan terang yang dilalui oleh pendidik/guru dengan peseerta didik untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta nilai-nilai.
Al-Khauly (Muhaimin.2009) menjelaskan al-Manhaj sebagai seperangukat rencana dan media untuk mengantarkan lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang Di inginkan.        Saylor dan Alexander (Muhaimin 2009) menyatakan bahwa kurikulum adalah segala usahasekolah/ perguruan tinggi yang bisa menghasilkan  atau menimbulkan hasil-hasil belajar yang di kehendaki, apakah di dalam situasi-situasi sekolah ataupun di luar sekolah.[5]
            Masing-masing definisi dengan penekannya tersebut akan mempunyai implikasi tertentu

B.     Definisi Pendidikan Karakter

Kata ‘karakter’ sesungguhnya berasal dari bahasa Latin: “kharakter”, “kharassein”, “kharax”, dalam bahasa Inggris: character, dalam bahasa Indonesia: “karakter”, dan dalam bahasa Yunani: character, dari charassein yang berarti membuat tajam, membuat dalam.[1] Hendro Darmawan mengartikan karakter sebagai watak, tabiat, pembawaan, dan kebiasaan.[2] Pengertian yang tidak berbeda juga dikemukakan Dharna Kesuma yang mengatakan bahwa arti kata karakter adalah budi pekerti, akhlak, moral, afeksi, susila, tabiat, dan watak.[3]





-------------------------------
[1] Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (PT. Remaja Rosdakarya, 2011), hlm.  11.
 [2] Hendro Darmawan, dkk., Kamus Ilmiah Populer Lengkap, (Yogyakarta: Bintang Cemerlang, 2010), hlm. 277.
[3] Dharma Kesuma, dkk., Pendidikan Karakter; Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,  2011), hlm. 24.

Karakter dipengaruhi oleh faktor genetis dan faktor lingkungan seseorang. Pada sisi faktor lingkungan maka karakter seseorang banyak dibentuk oleh orang lain yang sering berada di dekatnya atau yang sering mempengaruhinya, kemudian ia mulai meniru untuk melakukannya.
Misalnya, seorang siswa Madrasah Ibtidaiyah yang masih polos seringkali mengikuti tingkah laku orang tuanya atau teman mainnya, bahkan pengasuhnya. Karena karakter terbentuk dari proses meniru yaitu melalui proses melihat, mendengar dan mengikuti, maka karakter sesungguhnya dapat diajarkan atau diinternalisasi secara sengaja melalui aktivitas pendidikan dengan mengembangkan kurikulum yang berbasis pendidikan karakter”. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa karakter adalah merupakan hadiah Tuhan yang di bawa sejak lahir dan kemudian berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya melalui aktivitas belajar.

Strategi pengembangan kurikulum berbasis pendidikan karakter dapat dilakukan melalui tiga (3) hal, yaitu: 1) mengintegrasikan butir-butir nilai karakter ke dalam  seluruh mata pelajaran, muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri,     2) pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari di sekolah (pelayanan, pengelolaan dan pengajaran), dan 3) meningkatkan kerjasama antara sekolah, orang tua peserta didik, dan masyarakat dalam hal membudayakan/ membiasakan nilai-nilai karakter di lingkungan sekolah, lingkungan rumah tangga dan lingkungan masyarakat.

Dasar pelaksanaan pendidikan karakter sesungguhnya adalah berlandasakan kepada tujuan pendidikan nasional dan pesan dari UU Sisdiknas tahun 2003 yang mengharapkan agar pendidikan tidak hanya membentuk manusia yang pintar namun juga berkepribadian (berkarakter), sehingga nantinya akan lahir generasi muda yang tumbuh dan berkembang dengan kepribadian yang bernafaskan nilai-nilai luhur Agama dan Pancasila. Demikian pula halnya di dalam Standar Kelulusan (SKL) Madrasah Ibtidaiyah ditemukan bahwa sebagian besar hasil belajar adalah merupakan pembentukan nilai-nilai karakter yang baik di dalam diri peserta didik, seperti: karakter beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, bertanggungjawab, jujur, dan disiplin.
Rasulullah Saw. Bersabda di dalam sebuah potongan hadis: وَمَنْ حَسَّنَ خُلُقَةُ بُنِيَ لَهُ فِي أَعْلَاهَا (Artinya: Barangsiapa memperbaiki akhlaknya maka baginya akan dibangunkan istana di surga yang paling tinggi (HR. Ibn Majah: No. 50).
Namun, strategi penerapan pendidikan karakter tersebut ternyata belum terlaksana dengan baik di beberapa sekolah dan Madrasah. Sebab, fokus sebagian lembaga pendidikan dewasa ini masih pada pembekalan ilmu pengetahuan dan skill untuk bekerja sehingga siswa mampu bersaing dan mempertahankan hidupnya. Sedangkan pembentukan watak, karakter atau ahlak nyaris hampir tidak diperhatikan dan inilah pendidikan yang selama ini terlupakan, padahal karakter inilah yang menentukan pada arah masa depan yang lebih cerah. Suatu bangsa akan mengalami keterpurukan disebabkan karena tidak memiliki karakter yang baik. hal itulah yang mengakibatkan bangsa ini terpuruk dan tidak keluar dari krisis multi dimensi.[4]

Dekadensi moral yang dialami oleh generasi bangsa ini juga menunjukkan bahwa pelaksanaan pendidikan yang selama ini diselenggaran kurang menyentuh pada pembentukan karakter siswa. Sebab, tanggung jawab pembinaan karakter dipandang sebagai tanggung jawab  sebagian guru saja, seperti guru Pendidikan Agama Islam, Bahasa Indonesia dan IPS, dan bukan tanggung jawab seluruh personil sekolah. Oleh sebab itu, maka pendidikan karakter di sekolah selalu gagal dan kegagalan tersebut juga malah dikambing hitamkan terhadap kegagalan beberapa guru bukan kegagalan pendidikan. Oleh karena itu, maka perlu dilakukan pembenahan kuriku/lum agar terintegrasi dengan pendidika karakter.

C.      Pendekatan-pendekatan Dalam Pendidikan Karakter

Untuk membentuk karakter anak dapat dilakukan dengan berbagai macam pendekatan, selain yang dijelaskan diatas, pembentukan karakter anak dapat dilakukan dengan sikap sebagai berikut:
1.    Keteladanan
Dalam al-Qur’an kata teladan diproyeksikan dengan kata uswah yang kemudian dibelakangnya diberi kata sifat hasanah yang berarti baik, sehingga terdapat ungkapan uswah hasanah yang artinya teladan yang baik.

--------------------------------
[4]. H.A.R Tilaar, Standarisasi Pendidikan Nasional, Suatu Tinjauan Kritis (Jakarta: Renika Cipta,
Keteladanan adalah merupakan sebuah sikap dan perilaku yang muncul dari hati nurani yang paling dalam, sehingga apa yang dilakukukan tidak menyimpang dari kehendak Tuhan dan norma-norma yang ada ditengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu dalam mendidik manusia Allah menggunakan contoh atau teladan sebagai model terbaik agar mudah diserap dan diterapkan oleh manusia.
Contoh atau teladan diperankan oleh para Rasul dan nabi Allah, sebagaimana firmanNya :
Artinya:
60:6
Sesungguhnya pada diri mereka (Ibrahim dan Ummatnya) ada teladan yang baik bagimu; yaitu bagi orang-orang yang mengharap pahala dari Allah dan keselematan pada hari kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Dialah Allah yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (Al-Mumtahanah: 60:6)[5]
33:21
Artinya:
Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah suri tauladan yang baik bagimu yaitu bagi orang-orang yang mengharap rahmat Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah (Al- Ahzab/33:21) [6]



-----------------------------
[5]. Departemen agama RI. Al-Hidayah Tafsir dan Terjemahannya
[6]. Up cit
Ayat tersebut menjelaskan pentingnya keteladanan, sehingga dalam mendidik manusia Allah menggunakan model yang harus dan layak dicontoh. Oleh karena itu, dalam membentuk karakter anak, keteladanan merupakan pendekatan pendidikan yang paling ampuh. Misalnya dalam keluarga, orang tua yang diamanahi berupa anak-anak harus menjadi teladan yang baik, dalam lingkup sekolah maka guru yang menjadi teladan bagi anak didik dalam segala hal. Tanpa keteladanan apa yang diajarkan kepada anak didik hanya akan menjadi teori belaka. Jadi, keteladanan guru dalam berbagai aktivitasnya akan menjadi cermin siswanya, Oleh sebab itu sosok guru yang bisa diteladani siswa adalah guru yang mempunyai jiwa dan karakter yang islami.
2.    Penanaman Kedisiplinan
Amiroeddin Sjarif mengatakan bahwa kedisiplinan pada dasarnyaadalah suatu ketaatan yang sungguh-sungguh yang didukung oleh kesadaranuntuk menunaikan tugas dan kewajiban serta berperilaku sebagaimanamestinya menurut aturan-aturan atau tata kelakuan yang seharusnya berlakudalam suatu lingkungan tertentu
Satria Hadi Lubis, dalam bukunya “Saatnya Memperbaiki Diri” mengatakan bahwa disiplin berarti melakukan sesuatu sesuai dengan aturan. Baik aturan yang dibuat oleh manusia maupun aturan yang dibuat oleh Allah dalam bentuk hukum alam (ayat kauniyah) dan hukum kebenaran (ayat qouliyah). Semua aturan tersebut berperan besar dalam membentuk karakter (akhlak) individu
Dengan demikian, kedisiplinan dalam melaksanakan aturan dalam lingkungan atau kegiatan yang dilakukan secara rutin itu terdapat nilai-nilai yang menjadi tolek ukur tentang benar tidaknya suatu yang dilakukan oleh seseorang. Bentuk kedisiplinan yang diberlakukan adalah merupakan sebuah usaha untuk membentuk karakter individu
3.        Pembiasaan
Anak akan tumbuh dan berkembang sebagaimana lingkungan yang mengajarinya dan lingkungan tersebut juga yang menjadi kebiasaan yang dihadapinya setiap hari. Jika lingkungan mengajarinya dengan kebiasaan berbuat baik, maka kelak anak akan terbiasa berbuat baik dan sebaliknya jika seorang anak tumbuh dalam lingkungan yang mengajarinya berbuat kejahatan, kekerasan, maka ia akan tumbuh menjadi pelaku kekerasan.
Banyak perilaku yang merupakan hasil pembiasaan yang berlangsung sejak dini. Oleh sebab itu, tanggung jawab orang tua adalah memberikan lingkungan terbaik bagi pertumbuhan anak-anaknya, karena kenangan utama bagi anak-anak adalah kepribadian ayah dan ibunya.

4.         Menciptakan Suasana Yang Kondusif
Terciptanya suasanya yang kondusif akan memberikan iklim yang memungkinkan terbentuknya karakter. Oleh karena itu, berbagai hal yang terkait dengan upaya pembentukan karakter harus dikondisikan, terutama individu-individu yang ada dilakungan itu.

D.    Fakto-Faktor yang Mempengaruhi Karakter

Karakter adalah sifat dasar yang dimiliki oleh setiap individu, oleh karena itu sifat tersebut dapat dikembangkan, dan perkembangan tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Ratna Megawangi menjelaskan bahwa terbentuknya karakter itu adalah ditentukan oleh 2 faktor, yaitu:

1.          Faktor Intern (Endogen)
Setiap anak terlahir belum memiliki pengendalian terhadap dirinya sendiri ia belum mampu mengelola keinginan-keinginannya. Oleh sebab itulah, penanaman dan pembiasaan karakter pada anak dapat dilakukan sedini mungkin. Sebab, sekali kita lengah, fitrah tersebut akan segera diisi oleh karakter buruk yang ada disekitar. Seorang sufi, Bawa Muhaiyaddeen, menggambarkan bahwa manusia yang seharusnya tumbuh sesuai dengan fitrahnya-ibarat sebuah pohon yang sedang tumbuh, diokulasi atau ditempel dengan jenis pohon lainnya yang tidak sesuai dengan fitrahnya. Dengan begitu, otensi” pohon “ tersebut, yang seharusnya berbuah kemuliaan, ternyata berbuah kemudaratan. Namun, potensinya (akar atau fitrahnya) masih tetap berada dalam kesucian.

2.         Faktor Eksogen/Nature (Faktor Lingkungan)
Sebagaimana kita ketahui, bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah atau suci tanpa memiliki karakter (akhlak) tertentu, manusia dilahirkan hanya dibekali dengan pembawaan berupa nilai-nilai ketakwaan (kebaikan) dan nilai-nilai kejelekan (kejahatan) dan keduanya sangat berpotensi untuk dikembangkan melalui berbagai pengaruh.
Secara garis besar faktor lingkungan yang mempengaruhi karakter menurut Ratna megawati terbagi dalam dua bagian:
a.)    Pendidikan
Bruner (Hamzah) mengusulkan teorinya yang disebut free discovery learning. Menurut teori ini, proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan pada siswa untuk menemukan suatu aturan melalui contoh-contoh yang menggambarkan aturan yang menjadi sumbernya. Dengan kata lain, siswa dibimbing secara induktif untuk memahami suatu kebenaran umum. Untuk memahami konsep kejujuran, misalnya, siswa pertama-tama tidak menghafal definisi kata kejujuran, tetapi mempelajari contoh-contoh kongkret tentang kejujuran tersebut. Dan dari contoh itulah siswa dibimbing untuk mendefinisikan kata “kejujuran”
Sanubari. Potensi tersebut harus disyukuri dengan cara mengisinya dengan ajaran dan pendidikan. Selanjutnya, Zakiah Daradjat juga menyatakan bahwa setiap orang tua dan guru ingin membina anaknya ingin menjadi orang yang baik, mempunyai kepribadian dan sikap mental yang kuat serta akhlak yang terpuji. Semuanya itu dapat diusahakan melalui pendidikan, baik pendidikan disekolah atau diluar sekolah. Setiap pengalaman yang dilalui anak baik melalui penglihatan dan pendengaran akan menentukan pribadinya.
Hal ini sesuai pula dengan yang dilakukan Luqmanul Hakim kepada anaknya, terlihat pada ayat berikut:
Artinya:
 “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, diwaktu ia member pelajaran padanya. “ Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan ALLAH, sesungguhnya mempersekutukan (ALLAH) adalah benar-benar kezhaliman yang besar. Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun.bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu.hanya kepada-kulah kembalimu. (QS. Luqman, 31: 13-14).
Ayat tersebut selain menggambarkan tentang pelaksanaan pendidikan yang dilakukan Luqmanul Hakim, juga berisi materi pelajaran dan yang utama di antaranya adalah pendidikan tauhid atau keimanan, karena keimananlah yang menjadi salah satu dasar yang kokoh bagi pembentukan karakter (akhlak).
2)    Sosial
            Robert J (Ahmadi 2005) mengemukakan bahwa moral yang bersumber dari adanya suatu tata nilai adalah a value is an obyect estate or affair wich is desired (tata nilai adalah suatu objek rohani atas suatu keadaan yang di inginkan). Maka kondisi atau potensi internal kejiwaan seseorang untuk dapat melakukan hal-hal yang baik, sesuai dengan nilai-nilai (value) yang diinginkan itu disebutnya sebagai moral. [7]
            Dengan demikian perkembangan moral seseorang itu berkaitan erat dengan perkembangan sosial anak, disamping pengaruh kuat dari perkembangan pikiran, perasaan serta kemauan atas hasil tanggapan dari anak.
            Contoh : adanya kontak dengan orang lain, pada gilirannya akan muncul pula rasa untuk saling menghargai, saling tolong menolong, dan lain-lain. Hal semacam inilah yang padaa biasa kita sebut dengan istilah pembentukan karakter.
Sosialisasi juga sangat berperan penting dalam pembentukan karakter anak seperti dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.


----------------------
[7]. Ahmadi. Psikologi Perkembangan


a.       Lingkungan Social dalam keluarga
Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Funsi utama keluarga seperti yang diuraikan dalam resolusi majelis umum PBB adalah “ keluarga sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya dimasyarakat dengan baik serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera”.
b.      Lingkungan Social sekolah
Interaksi Social dalam lingkungan di keluarga sangat berperan dalam membentuk karakter anak. Namun kematangan emosi social ini selanjutnya sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekolah. Sekolah adalah tempat yang sangat strategis untuk pendidikan karakter, karena anak-anak dari semua lapisan akan mengenyam pendidikan disekolah. Selain itu, apa yang didapatkannya disekolah akan mempengaruhi pembentukan karakternya.
Dari uraian diatas jelas bahwa kesamaan motif yang didasarkan pada atas kesamaan kebutuhan, menyebabkan orang-orang menghimpun diri dan bekerjasama di dalam suatu wadah yang disebut dengan lembaga atau institusi, keadaan seperti itu berlangsung juga dalam bidang pendidikan, sehingga dapat dikatakan bahwa pendidikan diluar lingkungan keluarga sebagai suatu kebutuhan bersama, harus dilaksanakan secara teratur, terarah dan terus menurus.







BAB III
PENUTUP

Berdasarkan  uraian di atas dapat di simpulkan bahwa, keterkaitan antara nilai-nilai perilaku dalam komponen-komponen moral karakter ( knowing, feeling, dan action) terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, dan kebangsaan membentuk suatu karakter manusia yang unggul, baik (akhlaknya) . Pengelolaan yang dimaksudkan adalah bagaimana pembentukan karakter dalam pndidikan direncanakan, di laksanakan dan di kendalikan secara memadai.
Pendidikan Karakter adalah upaya penyiapan kekayaan batin peserta didik yang berdimensi agama, Social, budaya , yang mampu diwujudkan dalam bentuk budi pekerti, baik dalam perbuatan, perkataan, pikiran, sikap, perasaan, dan kepribadian.
Adapun pembentukan karakter ini tidak bisa hanya dilakukan oleh sebelah pihak saja. Artinya seluruh guru bidang studi, kepala sekolah, wakil-wakil dan staf-staf karyawan yang terdapat di lingkungan sekolah tersebut harus turut mendukung untuk terwujudnya karakter yang baik (akhlak mulia).










DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi, Munawar Psikologi Perkembangan, Renika Cipta.2005
Al-Gazali, Abū Hamid, Ihya Ulumuddin Mesir: Daar al-Taqwa, t.th.
Aunillah, Nurla Isna, Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah, Yogyakarta: Laksana, 2011.
 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (PT. Remaja Rosdakarya, 2011), hlm.  11.
 Hendro Darmawan, dkk., Kamus Ilmiah Populer Lengkap, (Yogyakarta: Bintang Cemerlang, 2010), hlm. 277.
Dharma Kesuma, dkk., Pendidikan Karakter; Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,  2011), hlm. 24
Departemen Agama Republik Indonesia. Tafsir Al-qur’an dan Terjemahannya secara lafziah.
Endah Sulistiyowati. Implementasi Kurikulum Pendidikan Karakter. PT. Citra Aji Pertama. 2012
Hendro Darmawan, dkk., Kamus Ilmiah Populer Lengkap, (Yogyakarta: Bintang Cemerlang, 2010), hlm. 277.
Majid, Abdul dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, PT. Remaja Rosdakarya, 2011.
Muhaimin, dkk., Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Pada Sekolah dan Madrasah, Jakarta: Rajawali Pers, 2009.









INTEGRASI PENDIDIKAN KURIKULUM PAI
DAN PENDIDIKAN KARAKTER DI MADRASAH IBTIDAIYAH
(MATA KULIAH PENGEMBANGAN KURIKULUM)

MAKALAH



DOSEN PEMBIMBING
DR. AGUS PAHRUDIN, M.Pd



 







Disusun Oleh
K H A I R A N I E
1222-01-0049



PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI RADEN INTAN
BANDAR LAMPUNG
2012









Tidak ada komentar:

Posting Komentar